IMAN DAN ISTIQAMAH

Iman

Secara bahasa, kata “iimaan” berasal dari kata kerja “amina” yang berarti aman, tenang, dan tidak merasa takut. Dari sana muncul kata “aamana” yang berarti “menjadikan tenang”, “percaya”, dan “membenarkan”. Kata “aamana” inilah ysng kemudian melahirkan istilah “iman” ( Al Mu’jam Al Wasiith)

Para ulama’ menyimpulkan Iman itu adalah tashdiiqul bi al janaan (pembenaran dalam hati), ikraar bi al lisaan (pernyataan dengan lisan) dan ‘amal bi al arkaan (tindakan dengan anggota badan)

Istiqamah

Suatu ketika Muazd bin Jabal menghadap Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, katakana kepadaku tentang Islam yang saya tidak mendapatkannya dari yang lain”

Beliau menjawab, “Katakan, aku beriman kepada Allah, lalu istiqomahlah.”

Ikhwah,

Sikap istiqomah dalam keimanan telah ditampakkan oleh Rasulullah Saw dan para sahabat beliu tatkala menjalani kehidupan yang penuh tantangan sejak dari Makkah hingga Madinah. Mereka tidak goyah oleh rayuan, tidak mundur oleh tekanan, tidak gamang oleh cercaan, tidak luntur oleh godaan, tidak menyerah atas ancaman serta mereka tetap tersenyum dan selalu optimis atas kemenangan Islam yang telah Allah janjikan.

Allah Swt. berfirman,

Alif lam mim, apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan, “Kami telah beriman,”sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar (keimanannya) dan Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ( QS.Al Ankabut:1-3)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar (QS.Al Hujurat:15)

Ikhwah,

Sungguh begitu berat untuk bersikap istiqomah demi mempertahankan Iman, hingga Allah pun memberikan janji kepada siapapun yang beriman dan konsisten dalam keimanannya.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian (istiqamah) maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “janganlah kamu merasa takut, jamganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; didalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.” (QS.Fushilat: 30-31)

1. Keberanian (Asy Syajaa’ah)

Orang-orang yang beriman dan istiqamah dalam iman akan muncul sikap berani menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Terhapuslah sifat kepengecutan dalam setiap orang yang konsisten mempertahankan iman, karena Allah menurunkan malaikat yang menjaga dan membisikan, “janganlah kamu merasa takut.” Mereka tidak takut hidup dengan segala risiko kehidupan, sebagaimana mereka tidak takut kematian.

2. Ketenangan (Ath Thuma’ninah)

Shabat,

Yakinlah Allah Swt akan memberikan ketenang jiwa kepada orang-orang yang konsisten dengan keimanannya. Mereka tidak dilip[uti oleh perasaan sedih, gelisah dan ketidak pastian, sebab malaikat menjaga mereka dengan membisikan, ”janganlah kamu merasa sedih.” Hilanglah kesedihan dan kesusahan hingga muncullah kegembiraan menghadapi realita kehidupan.

3. Optimisme (At Tafaa’ul)

Shabat perjuangan,

Keistiqamahan seseorang dalam keimanan menyebabkan seseorang bersemangat mengaharungi samudara kehidupan, mereka optimis menjalani hari-hari karena Allah Swt telah menjanjikan kenikmatan yang hakiki.

Tarbiyah Nukhbawiyah

Tarbiyah nukhbawiyah adalah kelanjutan dari tarbiyah jamahariyah (kaderisasi massa) yang saling melengkapi dan tidak boleh dipisah antara satu dengan yang lainya. Tarbiyah nukhbawiyah adalah kaderisasi yang difokuskan kepada orang-orang tertentu hasil rekruting massa, bertujuan untuk mempersiapkan para da’i dan murobbi di tengah-tengah masyarakat dan untuk masyarakat. Sehingga acuan pada tarbiyah nukhbawiyah ada pada kualitas kader bukan pada kuantitasnya.

Tarbiyah nukhbawiyah bertujuan meningkatkan berbagai kemampuan dan keahlian kader agar dapat berperan dalam mengendalikan dan merekrut massa, di bidang tarbiyah, da’wah, harokah dan siasah dan untuk menyiapkan masyarakat agar dapat melaksanakan peranannya dalam gerakan reformasi dan perubahan.

Tidak semua orang harus mengikuti tarbiyah nukhbawiyah atau dipaksakan, karena potensi, kemampuan dan kesiapan manusia tidak sama dan tidak semua orang memiliki kesipan menjadi aktifis da’wah. Pandangan yang jauh kedepan, kejernihan hati, bijak, sabar, mencintai orang lain dan bersemangat membimbing mereka selain tawakal kepada Allah, ikhlas hanya menginginkan balasan dari Allah ialah sifat-sifat yang harus dimiliki para da’i, membuat sesuatu yang dibenci menjadi disenangi, yang jauh menjadi dekat dan lawan menjadi kawan.