Warna Kehidupan

Kehidupan ini laksana sekumpulan peristiwa dan dinamika. Pernahkah kita merasakan peristiwa kegagalan, kesulitan, kesedihan, kekecewaan maupun kesusahan dalam hidup ini? Bagaimanakah reaksi kita menghadapi situasi seperti itu? Sebaliknya pernahkah kita mengalami kesuksesan, kebahagiaan, keberhasilan dan kemudahan dalam hidup? Bagai mana kita menyikapi kesuksesan hidup seperti itu?


Menghadapi peristiwa kegagalan dan kesulitan hidup memang terasa berat. Banyak orang yang kemudian kehilangan rasa percaya diri, kehilangan harapan, kehilangan kendali dirinya dan tidak memiliki semangat untuk melangkah maju dalam kehidupan. Merasakan kehidupan semakin berat, hidup menjadi tertekan, kemudian megalami depresi, stress, frustasi hingga ada yang nekat bunuh diri. Namun tidak sedikit pula orang yang bisa menerima kenyataan menghadapi kegagalan dan kesulitan hidup dengan kesabaran dan lapang dada. Berbeda halnya ketika kita mengalami kebahagiaan, kesuksesan maupun kesenangan maka hidup terasa menjadi lebih ringan dan lebih mudah.


Itulah realitas kehidupan yang penuh perubahan. Seperti halnya bumi yang berputar, roda kehidupan manusia juga terus berputar kadang berada di bawah dan kadang berada di atas. Dalam karir, hidup dan bisnis, sekali waktu ada kesulitan, kegagalan, kesedihan, kemunduran dan di waktu lain ada kemudahan, kesuksesan, keberhasilan, dan kemajuan hidup. Kehidupan selalu bergerak maju dan tidak pernah sekalipun mundur. Maka setiap keadaan yang datang, apakah posisi di bawah atau sedang berada di atas, kita harus pandai menghadapinya melalui pandangan hidup yang jauh ke depan. Karna semua yang datang adalah warna warni kehidupan yang harus dihadapi untuk melangkah maju ke depan, bukan berlari meninggalkannya.

Ad Diin itu Nasihat

“Agama adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan untuk para orang awamnya.” ( H.R Bukhari)

Maksud hadits di atas adalah:

1. Agama adalah nasihat, maksudnya bahwa sendi dan tiang tegaknya agama adalah nasihat. Tanpa saling menasihati antara umat Islam maka agama tidak akan tegak.

2. Agama adalah nasihat bagi Allah artinya: Sendi agama adalah beriman kepada-Nya, tunduk dan berserah diri kepada-Nya lahir dan batin, mencintai-Nya dengan beramal shalih dan mentaati-Nya, menjauhi semua larangan-Nya serta berusaha untuk mengembalikan orang-orang yang durhaka agar bertaubat dan kembali kepada-Nya.

3. Agama adalah nasihat bagi Rasulullah SWT, maksudnya: sendi tegaknya agama adalah dengan meyakini kebenaran risalahnya, mengimani semua ajarannya, mengagungkannya, mendukung agamanya menghidupkan sunnah-sunnahnya dengan mempelajarinya dan mengajarkannya, berakhlaq dengan akhlaqnya, mencintai keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya.

4. Agama adalah nasihat bagi para pemimpin umat Islam, maksudnya adalah bahwa tegaknya agama dengan mendukung dan mentaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka dengan kelembutan bila lalai/lengah, meluruskan mereka bila salah

5. Agama adalah nasihat bagi orang awam dari umat Islam (rakyat biasa bukan pemimpin), maksudnya bahwa tegaknya agama hanyalah dengan memberikan kasih sayang kepada orang-orang kecil, memperhatikan kepentingan mereka, mengajari apa-apa yang bermanfaat bagi mereka dan menjauhkan semua hal yang membahayakan mereka dsb.

Saling menasihati di antara kader adalah kewajiban. Pemberian nasihat merupakan pengingatan, dorongan dan pemberitahuan bahwa kita satu sasaran dan satu tujuan akhir. Semua kader senantiasa bersama-sama dalam menanggung beban dan mengusung amanat. Bila saling menasihati ini kita lakukan bersama-sama, dimana berbagai kecenderungan individu bertemu dan saling berinteraksi, maka akan menjadi berlipat gandalah kekuatan kita untuk menegakkan kebenaran. Masyarakat Islam tidak akan tegak kecuali dijaga oleh sekelompok kader yang saling tolong menolong, saling menasihati dan memiliki solidaritas yang tinggi.

Para salafus shalih telah memberikan contoh luar biasa dalam hal saling menasihati. Sebagai contoh adalah Umar bin Al Khatab ra, pada suatu kesempatan ketika banyak pembesar sahabat yang mengelilinginya tiba-tiba salah seorang sahabat berkata: Ittaqillaha ya Umar.(Bertaqwalah kepada Allah wahai Umar!) Para sahabat yang mengetahui kedudukan keislaman Umar marah kepadanya, namun Umar r.a mencegah kemarahan sahabat-sahabatnya seraya berkata: Biarkanlah dia berkata demikian, sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengatakannya, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya.”

Itulah Umar yang termasuk dalam golongan sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dijamin masuk surga, beliau sangat perhatian terhadap setiap nasihat yang benar yang ditujukan kepadanya.

Kita sebagai kader dakwah yang menjadi stabilisator umat, harus saling menasihati dan saling menerima berbagai nasihat yang baik dengan lapang dada, bahkan harus berterima kasih kepada yang mau memberi nasihat. Wallahu a’lam.

Sumber : SERI TAUJIHAT RI’AYAH MA’NAWIYAH KADER PK-SEJAHTERA 1424

Hidup itu pilihan

Kehidupan itu laksana sebuah perjalanan panjang, sedangkan dunia adalah persinggahannya. Kita adalah pribadi yang merdeka yang diamanahi menjadi khalifah di muka bumi. Kita diberikan kebebasan oleh Sang Pencipta untuk menentukan masa depan kita sendiri, apakah kekufuran ataukah ketakwaan yang kita pilih. Merupakan kebodohan kalau hidup hanya mengikuti pengaruh orang lain, hidup didekte oranglain atau bergerak otomatis tanpa memahami tujuan.

Kita perlu memahami kehendak hati yang menjadi keinginan agung. Dengan memahami kita dapat menggunakannya sebagai panduan dalam memilih kehidupan. Memiliki hati yang terbuka terhadap perubahan dapat menjadikan diri kita menjadi pribadi yang terbuka dan lebih dewasa. Yakinlah dengan mengenali keinginan hati dan berani melakukan perubahan memperjuangkan keinginan, hidup menjadi lebih dinamis dan semakin kaya pengalaman. Dengan demikian sikap terbuka menerima perubahan, tanpa kita sadari dapat menjadikan kita tidak gampang iri hati, tidak mudah tersinggung, dan tidak tinggi hati. Dan yang lebih penting, kita akan memiliki kehidupan yang penuh warna dan tidak membosankan.

Kehidupan di dunia ini hanyalah sementara dan hanya satu kali kesempatan saja, maka nikmati dan manfaatkanlah sebaik-baiknya. Karena kehidupan adalah karunia istimewa dari Allah Sang Pemilik Kehidupan. Banyak pilihan kehidupan terbentang di muka bumi untuk dimanfaatkan, begitu juga banyaknya kesempatan yang Allah percayakan kepada kita untuk dikelola.

Berusahalah untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan hidup yang istimewa ini hanya dengan berdiam diri dan tidak berani melakukan perubahan. Berapapun usia kita saat ini, ketika menyadari jalan hidup harus diubah, maka perjuangkanlah. Bagaimanapun kondisi kita saat ini, ketika menginginkan peningkatan yang lebih baik, maka lakukan perubahan. Berada dimanapun perjalanan hidup kita saat ini, ketika rute perjalanan harus diubah karena tidak sesuai dengan tujuan, maka lakukanlah.

Memperjuangkan pilihan hidup adalah memperjuangkan keyakinan hati. Menyia-nyiakan hidup dengan tidak beranni memperjuangkan kehendak hati merupakan sebuah kerugian. Ketahuilah, merupakan pemborosan hidup kalau kita baru menyadari pilihan hidup kita, ketika waktu kehidupan sudah habis.

Mencari Belahan Jiwa

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. …” (QS. Ar Ruum: 21)

Berawal dari pertanyaan seorang aktivis dakwah di salah satu kampus negeri yogyakarta. Bagaimana caranya bila terjadi virus merah jambu antara sesama aktivis dakwah kampus? Mungkin pertanyaan ini sedikit mudah kita jawab, tapi terkadang kita terlalu sombong untuk tidak bertanya sesuatu yang mungkin dianggap sepele, padahal mempunyai dampak yang sangat besar untuk perjalanan dakwah. Gejala tersubut dapat dilihat dari beberapa kisah “merah jambu” para aktivis dakwah kampus. Kisah itu tidak hanya terjangkit untuk kader awal (mula) tetapi juga dialami oleh para mas’ul-mas’ul dakwah kampus. Dari sekian banyak kisah merah jambu itu, baik para kurcaci maupun kurcacanya, tidak merasa bahwa mereka bersalah. Dan hanya berdalih, itulah cinta sesuai dengan fitranya.

Pemahaman, ya pemahaman para kader tentang proses pernikahan yang Islami ternyata berbeda-beda. Padahal, Manhajnya sama, Harakahnya sama. Kok beda! Marilah kita evaluasi, bagi kita yang baru dalam barisan dakwah ini jangan malu untuk bertanya dan mempelajarinya. Bagi yang mempunyai keahliannya, ajarkanlah secara proporsional yang tidak terkesan menakut-nakuti atau sebaliknya, memprovokasi secara berlebihan.

Secara pribadi, sebagai seorang kader dakwah yang hidup di era dakwah terbuka ini, yang pernah menjadi salah seorang bagian dari Dakwah Kampus, yang pernah menimba ilmu di Tarbiyah Tsaqafiyah Yogyakarta dengan mendapatkan nilai A materi kuliah Rumah Tangga Islam II di semestert akhir, dan sekarang masih dipercaya untuk terlibat dalam komunitas dakwah siyasi sebagai staff Bidang Pembinaan Kader DPW PKS Yogyakarta mencoba berbagi fikiran dan pengalaman kepada pembaca.

Sebagai aktivis dakwah, nikah bukan hanya berlandaskan ibadah saja yang wajib dilaksanakan untuk menyempurnakan setengah diinul Islam, akan tetapi nikah merupakan bagian dari perjuangan dakwah. Prinsip tersebut begitu kental dalam nuansa dakwah oleh para aktivis dakwah di era 80an-90an. Kala itu kriteria calon pasangan hidup hanya satu; haraki; alias punya semangat dakwah dan manuver dahwah yang tinggi. Soal wajah, urusan belakangan. Soal pekerjaan bukan jaminan dan bahkan soal restu orang tuapun terlupakan. Yang penting nikah dulu. Direstui syukur, tidak direstui rencana jalan terus. Para aktivis menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan murobbi (pembina). Pola pernikahan seperti itu terbukti melahirkan generasi dakwah yang militan.

Namun, kereta dakwah sekarang ini telah melewati era keterbukaan. Dakwah berada pada situasi yang berbeda dengan masa sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Era jahriyah jamahriyah ini membawa implikasi dalam masalah pernikahan. Pernikahan tak hanya diproses lewat satu saluran saja, yaitu murobbi, tapi bisa dari banyak saluran, bisa dari orang tua, sesama aktivis, teman sekantor, atau rekan bisnis. Interaksi yang intens antara sesama aktivis, atau antara aktivis dengan masyarakat memungkinkan hal itu terjadi. Bagai mana kita menyikapinya?

Menjawab pertanyaan tersebut, saya menjadikan pendapat untadz Cahyadi Takariawan dalam sebuah majalah SAKSI sebagai rujukan. Menurut beliau, pernikahan seorang aktivis dakwah harus tetap berpegang pada prinsif syariat dan juga harus mengoptimalkan kemanfaatan dari pernikahan tersebut. Oleh karena itu, setiap aktivis yang akan menikah harus mampu mempertemukan kepentingan-kepentingan yang ada dan berkembang dalam proses pernikahannya. Sesuai dengan era sekarang, setiap keluarga kader harus mampu memberikan kontribusi dakwah dengan meringankan problematika dakwah dan masyarakat sekitarnya. Jangan sampai dengan pernikahan itu malah menjadi beban jama’ah apalagi memberatkan orang tua.

Ustadz Cahyadi memaparkan lima kepentingan yang harus mampu dipertemukan oleh seorang aktivis dakwah yang akan menikah. Pertama, kepentingan syariat (syariat mengatur proses pernikahan). Kedua, kepentingan fitrah basyariah atau fitrah kemanusiaan. Para aktivis dakwah itu adalah manusia yang memiliki pilihan, kecendrungan, harapan dan idealita tentang calon yang akan mendampingi hidupnya.

Ketiga, kepentingan jama’ah atau dakwah. Lewat pernikahan itu diharapkan dapat menunjang kinerja jamaah dan menyelesaikan problematika-problematika dakwah, bukan malah menambah beban jama’ah. Keempat, kepentingan sosial. Pernikahan itu mempertemukan dua keluarga, dua latar belakang sosial yang berbeda dan dua latar belakang budaya yang berbeda. Tentunya restu orang tua merupakan bagian dari penyelesaiannya. Kelima, kepentingan tarbiyah, pernikahan itu adalah bagian dari proses tarbiyah.

Bertemunya semua kepentingan itu terletak pada syuro. Masing-masing pihak, murobbi dan mutarobbi harus berlapang dada untuk menerima masukan. Murobbi maupun mutarobbi tidak boleh memaksakan kehendak pribadinya. Disinilah pentingnya komunikasi yang terjalin baik antara mutarobbi dan murobbi, dan antara mutarobbi dengan orang tua atau lingkungannya.

Apakah ada Virus Merah Jambu? Bagi saya, virus itu memang ada tetapi sebenarnya itu tidak membahayakan karena jamaah kita sudah menyiapkan anti virusnya. Bagi yang sedang terjangkit virus itu segeralah mengobatinya dengan bertaubat kepada Allah SWT. Ketahuilah bahwa, pernikahan bukanlah antivirus itu. Antivirusnya adalah keikhlasan dalam berdakwah dan ketsiqahan kepada jama’ah (murobbi).

Hakikat Ukhuwah Menurut Ikhwanul Muslimin

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam atas Rasulullah saw beserta keluarganya dan para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya.

Wahai Ikhwan sekalian: sungguh Islam telah memberikan perhatian penuh akan adanya ikatan yang kuat pada sendi-sendi ukhuwah yang melahirkan di dalamnya cinta karena Allah SWT, dan menjadikan ukhuwah sebagai sarana pemersatu jiwa dan hati dan merupakan dasar pokok-pokok keimanan yang tidak akan sempurna keimanan seseoerang kecuali dengannya, dan tidak akan terealisir kecuali dengan keberadaannya; bahkan dijadikan sebagai ikatan yang paling erat dari pokok-pokok keimanan dan kesempurnaan nilai-nilainya, Allah berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌٌ

“Hanyalah orang-orang beriman yang memiliki ukhuwah”. (Al-Hujurat:10).

Dan Nabi saw bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يُسْلِمُهُ، وَلاَ يَخْذُلهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ

“Seorang muslim adalah saudara dengan muslim lainnya, tidak boleh menzhaliminya, tidak membiarkannya, tidak merendahkannya dan menghinakannya”. (Muttafaq alaih).

Dan Nabi saw juga bersabda:

مَثَل الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كمَثَل الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam kasih sayang, cinta kasih dan empati adalah seperti satu tubuh, jikasalah satu tubuh darinya mengadu pada suatu penyakit maka anggota tubuh lainnya akan merasa sakit dan begadang”. (Muttafaq alaih)

Karena itulah di antara salah satu rukun dari rukun baiat kita adalah ukhuwah, dan di antara salah satu dasar perbaikan sosial secara universal yang dibawa oleh Islam adalah memproklamirkan adanya ukhuwah di tengah umat manusia.

Makna ukhuwah menurut Ikhwanul Muslimin

Imam al-muassis (pendiri) Hasan Al-Banna semoga Allah merahmatinya berkata:

وأريد بالأخوة: أن ترتبط القلوبُ والأرواحُ برباط العقيدة، والعقيدة أوثق الروابطِ وأغلاها، والأخوَّة أخت الإيمان، والتفرُّقُ أخو الكفر، وأول القوة قوة الوحدة، ولا وِحْدَةَ بغير حب، وأقل الحب سلامة الصدر، وأعلاه مرتبة الإيثار

“Yang sangat maksud dengan ukhuwah adalah: mengikatnya hati-hati dan jiwa-jiwa ini dengan ikatan aqidah, dan aqidah merupakan ikatan yang paling kokoh dan paling mahal harganya, dan ukhuwah adalah saudara keimanan, sementara perpecahan adalah teman dari kekufuran, kekuatan yang utama adalah persatuan dan tidak ada persatuan tanpa cinta, dan cinta paling rendah adalah lapang dada, sementara yang paling tinggi adalah itsar.

وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ

“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin), atas diri mereka sendiri, Sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung”. (Al-Hasyr:9)

Al-akh yang jujur adalah yang melihat saudaranya lebih utama daripada dirinya sendiri; karena jika tidak dengan mereka maka dirinya tidak bersama dengan yang lainnya, dan jika mereka tidak bersama dengannya maka mereka akan bersama dengan yang lainnya,

إِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ مِنَ الْغَنَمِ الْقَاصِيَةَ

“Sesungguhnya Serigala akan makan domba yang tersesat sendirian”. (Abu Daud dan ditashih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

dan nabi saw bersabda:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Seorang Mukmin terhadap mukmin yang lainnya seperti bangunan, saling memperkokoh sebagiannya dengan sebagian lainnya”. (Muttafaq alaih).
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Dan orang-orang beriman laki-laki dan wanita sebagian mereka menguatkan sebagian lainnya”. (At-Taubat:71).

Demikianlah yang seharusnya terjadi

Ukhuwah menurut kami adalah agama, dan Ikhwanul Muslimin masih terus berambisi dan bersemangat untuk mewujudkan ukhuwah yang benar dan sempurna di antara mereka, bersungguh-sungguh untuk tidak memperkeruh kemurnian dan kesucian hubungan mereka sedikitpun, menyadari bahwa ukhuwah dalam agama adalah sebaik-baik sarana yang dapat mendekatkan diri dengannya kepada Allah, dan tetap memelihara kemuliaan derajat yang tinggi, dan oleh karena itu mereka juga berambisi untuk selalu memperhatikan hak-haknya sehingga mampu membersihkan hal-hal yang dapat membuat keruh dan dari bisikan-bisikan syaitan, dan para ulama telah menjadikan serendah-serendahnya derajat ukhuwah adalah berinteraksi dengan saudaranya dengan apa yang dicintai dalam berinteraksi dengannya.

Dan di antara hak-hak ukhuwah adalah sabar terhadap kesalahan al-akh sampai dirinya mampu mengembalikannya pada kebenaran tanpa dibesar-besarkan (publikasi) akan kesalahannya atau menyebarkan kesalahan dan kekeliruannya. Abu Darda berkata:

إذا تغيَّر أخوك وحال عما كان عليه فلا تَدَعْه لأجل ذلك؛ فإن أخاك يَعْوَجُّ مرةً ويستقيم أخرى

“Jika saudara Anda berubah dan bertingkah dari apa dalam dirinya maka janganlah ditinggal karena hal tersebut; karena boleh jadi saudara Anda bengkok (salah) pada suatu saat namun lurus kembali pada saat yang lain”.

Ibrahim An-Nakha’i berkata:

لا تَقْطَعْ أَخَاك وَلا تَهْجُرْهُ عِنْدَ الذَّنْبِ، فَإِنَّهُ يَرْتَكِبُهُ الْيَوْمَ وَيَتْرُكُهُ غَدًا

“Janganlah engkau memutus hubungan saudara atau meninggalkannya di sisi serigala, karena boleh jadi suatu kali dirinya salah namun esoknya dapat ditinggalkan”. Dalam atsar yang lain disebutkan:

به أو إشاعةٍ لزلاته، قال أبو الدرداء: “”، وَقَالَ إبراهيم النَّخَعِيُّ: “”، وجاء في بعض الآثار: قال عيسى عليه السلام للحواريين: “كيف تصنعون إذا رأيتم أخاكم نائمًا وقد كشف الريحُ ثوبَه عنه؟” قالوا: نستره ونُغَطِّيه، قال: بل تكشفون عورته! قالوا: سبحان الله! مَن يفعل هذا؟ فقال: “أحدُكم يسمعُ بالكلمةِ في أخيه فيزيدُ عليها ويُشِيعُها بأعظمَ منها

Nabi Isa berkata kepada al-hawariyun: Bagaimana kalian memperlakukan saudara kalian jika melihatnya tidur lalu angin bertiup dan menyingkap pakaiannya? Mereka menjawab: akan kami singsingkan bajunya dan menutupinya. Nabi Isa: namun kalian akan menyingkapkan auratnya! Mereka berkata: Maha suci Allah! Siapakah yang melakukan demikian? Beliau berkata: Salah seorang dari kalian yang mendengar ucapan tentang saudaranya kemudian ditambah-tambah olehnya dan disebarkannya dengan sesuatu yang lebih darinya”.

Dan bahkan pada saat berbeda pendapat dengan Ikhwan, maka ikatan ukhuwah harus mampu melindungi mereka dari terjadinya saling membuka aib, atau menyebarkan syubhat, atau membuat cerita bohong, dan hendaknya mereka memelihara ungkapan seorang ulama fiqih imam Syafi’i semoga Allah merahmatinya:

الحُرُّ مَنْ رَاعَى وِدَادَ لَحْظَةٍ، وَانْتَمَى لِمَنْ أَفَادَه لَفْظَةً

“Orang yang merdeka adalah orang yang mampu melindungi kasih sayang sesaat, dan loyal pada orang yang memanfaatkannya ucapannya”.

Dan di antara hak-hak ukhuwah yang diserukan oleh Ikhwanul Muslimin adalah apa yang telah disampaikan oleh Al-Fudhail bin Iyadh semoga Allah merahmatinya:

نَظَرُ الأخِ إلى وجه أخيه على المودَّةِ والرحمةِ عبادةٌ، فلا تصحُّ المحبةُ في الله عزَّ وجلَّ إلا بما شرط فيها من الرحمة في الاجتماع والخلطة، وعند الافتراق: بظهور النصيحة، واجتناب الغيبة، وتمام الوفاء، ووجود الأنس، وفقد الجفاء، وارتفاع الوحشة

Dan juga disebutkan: Jika terjadi ghibah maka hilanglah ukhuwah. Begitu indah dan lembut ungkapan seorang salaf yang menyampaikan nasihat kepada saudaranya yang meninggalkan dirinya:

Sampaikanlah kepada saya; saya telah jahat seperti yang engkau katakan

Karena itu, dimanakah kasih sayang dalam ukhuwah

Atau jika Anda jahat sebagaimana aku jahat

Maka, dimanakah karuniamu dan kasih sayangmu

Dan bukanlah bagian dari akhlaq seorang akh muslim ketika selalu membeberkan sebab-sebab aib pada saat berdirinya berbeda pendapat dari saudaranya atau yang lainnya, atau berusaha meremehkan kelebihannya, atau menghina perbuatan dan pemberiannya. Al-Faruq Umar bin Khattab memberikan satu nasihat: “Janganlah cintamu dijadikan sebagai beban, dan jangan jadikan pula marah mu sebagai kehancuran. Kemudian ada yang bertanya: bagaimanakah maksudnya? Umar berkata:

لا يَكُنْ حُبُّكَ كَلَفًا، وَلا يَكُنْ بُغْضُكَ تَلَفًا”، فلما سُئل: وكيف ذلك؟ قال: “إِذَا أَحْبَبْتَ فَلا تَكْلَفْ كَمَا يَكْلَفُ الصَّبِيُّ بِالشَّيْء يُحِبُّهُ، وَإِذَا أَبْغَضْتَ فَلا تَبْغَضْ بُغْضًا تُحِبُّ أَنْ يَتْلَفَ صَاحِبُكَ وَيَهْلِكَ
“Jika Anda mencintai jangan berlebihan seperti cintanya seorang bayi pada sesuatu secara berlebihan, dan jika Anda marah maka jangan membuat Anda senang hancurnya saudara Anda dan celaka”. (Bukhari dalam kita Adab) Hasan bin Ali berkata:
لا تُفْرِطْ فِي حُبِّكَ، وَلا تُفْرِطْ فِي بُغْضِكَ، مَنْ وَجَدَ دُونَ أَخِيهِ سِتْرًا فَلا يَكْشِفْ

“Janganlah Anda berlebihan dalam mencintai sesuatu, dan jangan pula berlebihan dalam membenci sesuatu, dan barangsiapa yang menemukan pada saudaranya tanpa sitar (penutup) maka janganlah disingkap lagi”. (Abdul Razaq).

Dan diantara hak-hak ukhuwah adalah memberikan nasihat dengan adab-adab syar’i: jangan diumbar dan di depan umum, jangan disakiti dihadapan khalayak ramai dan pada suatu lembaga, dan jangan diungkap rahasia dirinya, jangan dibuat-buat dan dusta, tidak ada pembenaran penggunaan segala cara terhadap suatu kesalahan, tidak ada mujamalah dalam menghitung suatu kebenaran, tidak cenderung pada sakit hati dan pemenangan hawa nafsu, namun harus dengan nasihat yang aman dan benar serta jujur, bebas dari tuduhan, ditunaikan sesuai dengan amanah, dengan diringin adalah kasih sayang, dan menumbuhkan perasaan ukhuwah.

Ukhuwah adalah rahasia kekuatan dakwah kita:

Sesungguhnya ukhuwah yang kami sebutkan hak-haknya, wahai Ikhwanul Muslimin adalah sebuah batu yang mampu menghancurkan gelombang konspirasi dan usaha menguasai dakwah kita yang penuh berkah ini, dan ia merupakan titik awal sebuah kemenangan.

وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ. وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ. يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللهُ وَمَنْ اتَّبَعَكَ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ

“Dan jika mereka bermaksud menipumu, Maka Sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan Para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[622]. walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana. Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu”. (Al-Anfal:62-64)

Wahai Ikhwanul Muslimin: Sungguh nabi saw telah memaklumatkannya dengan jelas dan gamblang:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيث، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Jauhilah kalian akan buruk sangka, karena buruk sangka adalah sedusta-dusta ucapan, dan janganlah kalian saling menduga-duga, jangan saling mengintai, jangan saling hasad, jangan saling berkonspirasi, jangan saling benci (marah), namun jadilah kalian hamba Allah yang saling bersaudara“. (Muttafaq alaih).

Umat Islam di masa awal memahami dari Islam akan makna ukhuwah ini, merasuk dalam aqidah dan agama Allah secara kekal akan perasaan cinta dan bersatu serta berkasih sayang, dan fenomena yang paling mulia adalah ukhuwah dan ta’aruf, sehingga seakan mereka menjadi sosok yang satu, satu hati, satu tangan, maka Allah pun mewujudkan pada mereka kemenangan, kemuliaan dan kejayaan.

Karena itulah, marilah kita berpegang teguh pada ukhuwah yang kekal ini yang niscaya tidak akan sirna sekalipun dunia akan hancur, sekalipun hari-hari akan hilang dan berlalu namun ukhuwah akan tetap kekal sepanjang masa, dan hendaklah kita terus memelihara dan berambisi untuk menunaikan hak-hak ukhuwah ini, merasakan nilai-nilainya, menjaga wirid Rabithah setiap hari. Semoga Allah tetap bersama kalian dan tidak menyia-nyiakan perbuatan kalian.

Allah Maha besar dan segala puji hanya milik Allah

Muhammad Mahdi Akif

Mursyid Am Ikhwanul Muslimin

Masjid Peradaban

Masjid merupakan institusi paling penting dalam sejarah peradaban Islam. Bangunan pertama di muka bumi yang dibangun oleh bapak moyang manusia, Nabi Adam AS, adalah Ka’bah. Kemudian bangunan itu direnovasi oleh the religious father, Nabi Ibrahim Kholilullah beserta sang putra, Nabi Ismail. Ka’bah itu kemudian menjadi kiblat saat shalat dan merupakan pusat kegiatan ibadah haji bagi umat Muslimin.

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS.Al Imran:96)

Dakwah Rasullah SAW pada era Makkah dimulai secara rahasia, mulai dari keluarga dan kerabat, dengan menggunkan pendekatan individual. Tempat pembinaan kader pada masa awal Islam yang terkenal adalah Dar al-Arqom, rumah yang berada dalam lingkungan Masjidil Haram. Masjid sebagai wadah belajar berakar kuat sejak awal kehadiran Islam pada Abad ke-6.

Ketika Rasulullah Isra’ Mi’raj, masjid menjadi tempat bertolak dan persinggahan utama. Rasulullah isra’ dari Masjidil Haram (di Makkah) ke Masjidil Aqsha (di Palestina), kemudian mi’raj menuju Sidratul Muntaha. Hasil dari Mi’raj adalah perintah shalat yang merupakan tiang agama. Shalat menghendaki Masjid sebagai tempatnya, terutama shalat berjamaah.

Pada saat perjalanan hijrah ke madinah, Rasulullah singgah di desa Quba dan membangun masjid. Agenda pertama setelah tiba di madinah adalah membangun masjid, disalah satu sudutnya (ash-Shuffah) di gunakan sebagai tempat pengajaran sekaligus sebagai tempat penginapan bagi para shahabat yang miskin dan belum menikah. Rasulullah membangun masjid, bukan istana. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, sekaligus tempat akademis, melainkan juga menjadi simbol politik kehadiran Islam. Di masjid itu, umat Islam dari beragam latar belakang sosial-budaya, baik muhajirin maupun anshar, suku Aus dan Khazraj, dipersaudarakan atas dasar iman.

Setelah Masjid Quba dan Masjid Nabawi di Madinah berdiri, umat Islam dipersatukan dalam semangat persaudaraan atas dasar iman, umat Islam meraih kemenangan dan kemajuan yang membuat iri dan gentar ahli kitab dan kaum musyrikin. Abu Amir Ar-Rahib seorang pendeta Kristen dari suku Khazraj berinisiatif menggalang kekuatan dengan meminta suaka dari Romawi dan berkualisi dengan kaum musyrikin Quraisy di Makkah untuk memecah belah umat Islam. Dengan licik, Abu Amir mendirikan Masjid Dhirar dengan alasan memfasilitasi kaum muslimin agar memperoleh kemudahan dalam melaksanakan ibadah, terutama dimalam hari. Padahal masjd itu didirikan sebagai taktik untuk mengganggu, memusuhi, dan memecahbelah umat Islam. Peristiwa ini di abadikan dalam Al Qur’an, surat At Taubah ayat 107-108.

Dan (diantara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah diantara orang-orang yang beriman serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, “ Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah engkau melaksanakan shalat dalam masjid itu selama-lamanya…. (QS. At-Taubag:107-108).

Perjalanan dakwah rasulullah itu yang menjadi inspirasi umat muslim sedunia bahwa kejayaan islam itu ditandai oleh berdirinya masjid-masjid yang didasari oleh keimanan dan ketakwaan. Allah berfirman :

Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah. Maka mudah mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. (At Taubah : 18)

Sudah semestinya para pemuda muslim terutama para aktivis dakwah untuk menambatkan hatinya pada masjid. Masjid merupakan sentral tarbiyah ruhiyah, tarbiyah islamiyah sekaligus pusat kebudayaan umat manusia. Allah tidak hanya menjanjikan syurga bagi yang memakmurkanya sebagaimana sabda Rasullah “Siapa yang pergi ke masjid, maka Allah akan menjanjikan baginya syurga setiapkali ia pulang balik ke masjid.” (Muttafaq ‘alaih). Akan tetapi Allah juga mengancam kehancuran umat manusia yang bermegah-megah dalam membangun masjid yang bertujuan untuk memecah belah umat muslim.

Sejarah kejayaan Islam tidak berwal ari istana megah, bukan dari bangunan pencakar langit dan juga tidak hadir dibangku kuliah. Kejayaan islam hadir dari bangunan kecil yang didirikan atas dasar ketakwaan kepada Allah, kemudian bangunan itu digunakan untuk beribadah kepada Allah dan mengkaji ilmu-Nya agar mampu mempertahankan Aqidah serta meningkatkan iman dan takwa. Bangunan itu adalah Masjid.