Mencari Belahan Jiwa

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. …” (QS. Ar Ruum: 21)

Berawal dari pertanyaan seorang aktivis dakwah di salah satu kampus negeri yogyakarta. Bagaimana caranya bila terjadi virus merah jambu antara sesama aktivis dakwah kampus? Mungkin pertanyaan ini sedikit mudah kita jawab, tapi terkadang kita terlalu sombong untuk tidak bertanya sesuatu yang mungkin dianggap sepele, padahal mempunyai dampak yang sangat besar untuk perjalanan dakwah. Gejala tersubut dapat dilihat dari beberapa kisah “merah jambu” para aktivis dakwah kampus. Kisah itu tidak hanya terjangkit untuk kader awal (mula) tetapi juga dialami oleh para mas’ul-mas’ul dakwah kampus. Dari sekian banyak kisah merah jambu itu, baik para kurcaci maupun kurcacanya, tidak merasa bahwa mereka bersalah. Dan hanya berdalih, itulah cinta sesuai dengan fitranya.

Pemahaman, ya pemahaman para kader tentang proses pernikahan yang Islami ternyata berbeda-beda. Padahal, Manhajnya sama, Harakahnya sama. Kok beda! Marilah kita evaluasi, bagi kita yang baru dalam barisan dakwah ini jangan malu untuk bertanya dan mempelajarinya. Bagi yang mempunyai keahliannya, ajarkanlah secara proporsional yang tidak terkesan menakut-nakuti atau sebaliknya, memprovokasi secara berlebihan.

Secara pribadi, sebagai seorang kader dakwah yang hidup di era dakwah terbuka ini, yang pernah menjadi salah seorang bagian dari Dakwah Kampus, yang pernah menimba ilmu di Tarbiyah Tsaqafiyah Yogyakarta dengan mendapatkan nilai A materi kuliah Rumah Tangga Islam II di semestert akhir, dan sekarang masih dipercaya untuk terlibat dalam komunitas dakwah siyasi sebagai staff Bidang Pembinaan Kader DPW PKS Yogyakarta mencoba berbagi fikiran dan pengalaman kepada pembaca.

Sebagai aktivis dakwah, nikah bukan hanya berlandaskan ibadah saja yang wajib dilaksanakan untuk menyempurnakan setengah diinul Islam, akan tetapi nikah merupakan bagian dari perjuangan dakwah. Prinsip tersebut begitu kental dalam nuansa dakwah oleh para aktivis dakwah di era 80an-90an. Kala itu kriteria calon pasangan hidup hanya satu; haraki; alias punya semangat dakwah dan manuver dahwah yang tinggi. Soal wajah, urusan belakangan. Soal pekerjaan bukan jaminan dan bahkan soal restu orang tuapun terlupakan. Yang penting nikah dulu. Direstui syukur, tidak direstui rencana jalan terus. Para aktivis menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan murobbi (pembina). Pola pernikahan seperti itu terbukti melahirkan generasi dakwah yang militan.

Namun, kereta dakwah sekarang ini telah melewati era keterbukaan. Dakwah berada pada situasi yang berbeda dengan masa sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Era jahriyah jamahriyah ini membawa implikasi dalam masalah pernikahan. Pernikahan tak hanya diproses lewat satu saluran saja, yaitu murobbi, tapi bisa dari banyak saluran, bisa dari orang tua, sesama aktivis, teman sekantor, atau rekan bisnis. Interaksi yang intens antara sesama aktivis, atau antara aktivis dengan masyarakat memungkinkan hal itu terjadi. Bagai mana kita menyikapinya?

Menjawab pertanyaan tersebut, saya menjadikan pendapat untadz Cahyadi Takariawan dalam sebuah majalah SAKSI sebagai rujukan. Menurut beliau, pernikahan seorang aktivis dakwah harus tetap berpegang pada prinsif syariat dan juga harus mengoptimalkan kemanfaatan dari pernikahan tersebut. Oleh karena itu, setiap aktivis yang akan menikah harus mampu mempertemukan kepentingan-kepentingan yang ada dan berkembang dalam proses pernikahannya. Sesuai dengan era sekarang, setiap keluarga kader harus mampu memberikan kontribusi dakwah dengan meringankan problematika dakwah dan masyarakat sekitarnya. Jangan sampai dengan pernikahan itu malah menjadi beban jama’ah apalagi memberatkan orang tua.

Ustadz Cahyadi memaparkan lima kepentingan yang harus mampu dipertemukan oleh seorang aktivis dakwah yang akan menikah. Pertama, kepentingan syariat (syariat mengatur proses pernikahan). Kedua, kepentingan fitrah basyariah atau fitrah kemanusiaan. Para aktivis dakwah itu adalah manusia yang memiliki pilihan, kecendrungan, harapan dan idealita tentang calon yang akan mendampingi hidupnya.

Ketiga, kepentingan jama’ah atau dakwah. Lewat pernikahan itu diharapkan dapat menunjang kinerja jamaah dan menyelesaikan problematika-problematika dakwah, bukan malah menambah beban jama’ah. Keempat, kepentingan sosial. Pernikahan itu mempertemukan dua keluarga, dua latar belakang sosial yang berbeda dan dua latar belakang budaya yang berbeda. Tentunya restu orang tua merupakan bagian dari penyelesaiannya. Kelima, kepentingan tarbiyah, pernikahan itu adalah bagian dari proses tarbiyah.

Bertemunya semua kepentingan itu terletak pada syuro. Masing-masing pihak, murobbi dan mutarobbi harus berlapang dada untuk menerima masukan. Murobbi maupun mutarobbi tidak boleh memaksakan kehendak pribadinya. Disinilah pentingnya komunikasi yang terjalin baik antara mutarobbi dan murobbi, dan antara mutarobbi dengan orang tua atau lingkungannya.

Apakah ada Virus Merah Jambu? Bagi saya, virus itu memang ada tetapi sebenarnya itu tidak membahayakan karena jamaah kita sudah menyiapkan anti virusnya. Bagi yang sedang terjangkit virus itu segeralah mengobatinya dengan bertaubat kepada Allah SWT. Ketahuilah bahwa, pernikahan bukanlah antivirus itu. Antivirusnya adalah keikhlasan dalam berdakwah dan ketsiqahan kepada jama’ah (murobbi).
2 Responses
  1. Antivirusnya adalah keikhlasan dalam berdakwah dan ketsiqahan kepada jama’ah... sulit pakde..bagi mereka yang masih berproses menjadi baik.
    seperti cerita: ada rombongan tikus yang dapet teror kucing. biar selamet tikus ingin tau tiap ada kucing lewat, ada yang usul solusinya kucing itu dikasih kalung berlonceng..masalahnya ada gak tikus yang mau masanginnya... solusi yang sulit kan..?
    antum pernah ngadepin mutarobbi yang demikian?
    sekarang banyak kader abal2.. klo dah lg nakal2nya, dinasihatin mental.. terutama masalah VMJ (virus merah jahat) hehe terlalu cantik kalo disebut merah jambu... jadi evaluasi niih buat BPK..


  2. klo maslah kucing: minta aja bantuan ayam untuk masangin kalungnya.(afwan Just Kidding)

    setiap tahapan itu memiliki karakter sendiri. adanya VMJ itu sebenarnya bagian dari bukti keberhasilan dakwah. karena dakwah sudah sampai ketahapan keterbukaan, sehingga variatif jenjang kader semakin beragam dan sudah barang tentu permasalahnnyapun beragam. artinya, syukur kalau ada ketertarikan antara lawan jenis dalam satu harakah. kenapa dikatakan Vurus? kalo ketertarikan antara lawan jenis itu diikuti dengan kemampuan untuk mempertangung jawabkannya terhadap syariat dan jama'ah maka itu bukan virus Merah Jambu walaupun satu organisasi.