Amanah


Perlu diingat bahwa menjaga kepercayaan (amanah) lebih sulit dari mencarinya. Maka tetapkan hati pada amanah yang telah Allah berikan kepada kita, tekadkan jiwa untuk menjaga amanah dari manusia. Berhati-hatilah dengan amanah dari manusia karena boleh jadi amanah itulah yang akan menghantarkan kita kejurang neraka.


Teringat kejadian tahun 2008 silam saat menjabat sebagai ketua Tim Tutorial PAI UNY, karena tulisan “amanah” dalam surat keterangan pengurus Tutorial yang dibuat untuk keperluan kerja sempat tidak ditanda tangani oleh Pembantu Rektor 1 (sekarang Rektor UNY). Itulah birokrasi yang berbeda memaknai sebuah arti jabatan, bagi aktifis dakwah jabatan adalah sebuah amanah yang akan dipertanggungjawaban dihadapan Allah swt. Memang sih ini murni kesalahan sekretarisku karena menulis kata "amanah" sebagai ganti "jabatan" dalam surat formal.

“Sesungguhnya Kami menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab : 72)

Amanah adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw. ”Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad dan ibnu Hibban).

Barang siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta dan khianat. Dan barang siapa yang memiliki sifat dusta dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafiq. Disia-siakanya amanah merupakan salah satu tanda-tanda datangnya hari kiamat.

Rasulullah bersabda ;

Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, ”bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah? ” Rasulullah menjawab, ”Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhori)

Macam-macam amanah

Pertama, amanah fitrah. Allah swt menjadikan fitrah manusia cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan. Akan tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setip orang akan selalu berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati. Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.

Kedua adalah amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syari’atnya sebagai batu ujian kehambaan seseorang kepada-Nya. Allah akan melihat ketaatan hamba-Nya dalam melaksanakan syari’at yang telah Allah tetapkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Ketiaga, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seseorang muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada kalimat tauhid. Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepad segenap manusia.

Rasulullah saw bersabda;, ”Jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usahamu, maka hal itu pahalanya bagi mu lebih baik dibandingkan dengan dunia dan segala isinya”. (al-hadits)

Yang terakhir adalah amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama) sebagaimana Allah swt menjelaskan dalam firman-Nya :

”Tidaklah sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (QS. At-Taubah : 122).

Ikhwah fillah,

Perlu menjadi evaluasi bersama, bahwa amanah itu bukan hanya sesuatu yang bersifat hubungan vertikal kepada Allah yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir saja akan tetapi amanah yang bersifat hubungan horizontal kita kepada sesama manusia pun perlu kita perhatikan. Bagi kita yang diberi kepercayaan memimpin organisasi, maka yakinkan bahwa itu adalah amanah yang akan diminta pertanggung jawaban dihadapan manusia dan dihadapan Allah. Seorang mahasiswa amanahnya adalah menuntut ilmu yang akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah dan orang tuanya sebagai saksi didunia.

Bentuk pertanggung jawaban kita kepada sesama manusia harus dilakukan secara profesional. Begitu jua pelaporan amanah kita pada orang tua bagi mahasiswa harus bisa berwujud ijazah atau sertifikat dan dapat dirasakan oleh mereka. Kalau pun aktivitas kuliah kita berupa dakawah, maka itupun mesti ada ijazah atau sertifikatnya dan harus merekapun merasakan hasil dari dakwah itu. Perlu dingat bahwa menjaga kepercayaan (amanah) lebih sulit dari mencarinya. Maka tetapkan hati pada amanah yang telah Allah berikan kepada kita, tekadkan jiwa untuk menjaga amanah dari manusia. Berhati-hatilah dengan amanah dari manusia karena boleh jadi amanah itulah yang akan menghantarkan kita kejurang neraka.

Dipenutup tulisan ini, mari kita renungkan kembali sebuah hadist dibawah ini. Semoga kita senatiasa diberikan kekuatan dalam menjalani amanah yang telah diembankan kepada manusia.

”Setiap kalian adalah pemimpin dan karenanya akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ’Alih)

0 Responses