Robohnya Dakwah di tangan Da'i

Dan ingatlah Perang Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu. Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun dan bumi yang luas ini terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai berai. (At Taubah: 25)

(Fenomena Kehancuran Gerakan Dakwah di wilayah Lebanon)

Hikmah itu barang hilang seorang mukmin, dimana pun ia menemukannya maka ia paling berhak mendapatkannya. (HR. Tirmizi)

Adalah suatu pelajaran berharga bagi para aktifis sebuah pergerakan dakwah. Perkembangan dakwah yang diiringi dengan perguliran dari fase kefase dakwah membuat para aktifis makin dewasa. Keberhasilan dakwah dimasa lalu adalah hadiah yang dititipkan pada kita, sedangkan fenomena kegagalan-kegagalannya adalah bumbu penyedap dalam proses berjalanya dakwah yang dapat dijadikan pelajaran para generasinya.

Kita bukan bagian dari penikmat dakwah setelah sekian banyak pengorbanan yang telah dilalui para muasis dakwah. Kita juga punya harga diri untuk tidak menjadi pengemis yang hanya mampu menagih dan memproates dari kegagalan mereka.

Indonesia mulai tersenyum diatas tetesan air mata kaum muslimin di palistina, diantara peluh yang bercucuran rakyat mesir. Mengapa kita “sombong” dengan sedikit kenikmatan yang Allah berikan hingga kita dengan bangga mengatakan “fase dakwah kami tinggal landas menuju marhalah daulah islamiyah”. Suatu berita bahagia bagi seluruh kaum muslimin di seluruh dunia. Mereka berharap kejayaaan Islam akan kembali melalui tangan-tangan para aktifis dakwah Indonesia.

Mari sejenak kita mengevaluasi kontribusi kita dalam dakwah, apakah kita sudah memberikan yang terbaik atau malah menjadi salah satu penyebab terhambatnya proses perkembangan dakwah itu sendiri. Evaluasi yang harus segera kita pelajari adalah kesiapan kita sebagai individu dalam menyongsong kemenangan dakwah yang diiringi kondisi keluarga yang berkarakter dan siap memikul setiap beban dakwah yang diamanahkan pada kita. Setelah itu, mari kita renungkan pelajaran yang dapat kita ambil dari penomena hancurnya pergerakan dakwah di timur tengah (Libanon).

Begitu banyak faktor yang melatar belakangi munculnya fenomena yang menghancurkan bangunan lembaga dakwah di Lebanon. Diantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, hilangnya Mana’ah I’tiqadiyah (imunitas keimanan) dan tidak tegaknya bangunan di atas fondasi pemikiran dan prinsip yang benar dan kokoh. Adakalanya sebuah organisasi hanya berwujud organisasi tokoh, yaitu sebuah organisasi yang tegak di atas landasan loyalitas kepada seorang pemimpin yang diagung-agungkan atau organisasi yang dibangun atas dasar figure seseorang.

Kedua, rekrutmen anggota yang hanya memperhatikan aspek kuantitas. Artinya bilangan anggota dan jumlah personel menjadi demikian menyibukkan dan menguras perhatian pemimpin. Ini karena anggapan bahwa jumlah yang banyak menjadi penentu sebuah kemenangan dan kejayaan. Di lain pihak ia tidak memahami bahwa banyaknya bilangan dan jumlah itu yang seringkali menjadi pemicu setiap problem dan pembakar api pertikaian.

Dan ingatlah Perang Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu. Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun dan bumi yang luas ini terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai berai. (At Taubah: 25)

Ketiga, salah satu penyebab runtuhnya bangunan organisasi di negeri-negeri Islam adalah karena tergesa-gesa ingin meraih kemenangan, meskipun tidak diimbangi dengan sarana dan kondisi kesiapan kader. Kekuasaan seringkali dijadikan orientasi singkat oleh para aktifis, karena beranggapan denga kekuasaan, seluruh problem dakwah akan selesai. Kita tidak menyadari bahwa sesungguhnya kekuasan itulah pemicu benacana bagi gerakan dakwah.

Keempat, munculnya pusat-pusat kekuatan, aliran dan sayap-sayap gerakan dalam tubuh organisasi yang dapat menjadi pemicu pertikaian dalam bangunan organisasi karena berebut pengaruh dan kekuasaaan untuk meraih ambisi-ambisi pribadi.

Kelima, lemah atau bahkan tiadanya kesadaran politik dalam gerakan dakwah. Sebuah gerakan apabila tidak memiliki kesadaran politik yang tinggi dan baik, tidak bisa hidup mengimbangi zaman, tidak memahami kejadian yang ada di sekelilingnya, terkecoh oleh fenomena permukaan, lupa mengkaji apa dibalik peristiwa, tidak mampu merumuskan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai peristiwa global, tidak bisa membuat footnote setelah membaca “teks”, tidak mampu meletakkan kebijakan politik lokal berdasarkan kondisi-kondisi politis internasional dan lai-lain kepekaan. Kalau sebuah gerakan memiliki kelemahan pemahaman seperti itu, di saat arah politik tumpang tindih dan keserakahan demikian merajalela, yang tampak di permukaan tidak lagi mencerminkan isinya, maka ia akan menjadi gerakan yang langkahnya terseok, sikap-sikapnya yang kontradiktif dan mudah terbawa arus.

Ikhwah fillah,

Jalan dakwah ini adalah jalan panjang. Sebuah perubahan yang membutuhkan sepuluh tahun tidak mungkin diwujudkan hanya satu tahun. Segala sesuatu yang membutuhkan ratusan tahun tidak bisa direalisasikan hanya dengan puluhan tahun. Perubahan Islam dalam bentuk yang khusus bukan sekedar masalah perpindahan atau mengubah bentuk, tetapi ia mengganti dengan realitas baru.

Imam Hasan Al Banna telah mengisyaratkan hal ini dalam risalah Muktamar Khamis. Beliau berkaa: “wahai Ikhwan, terutama mereka yang bersemangat dan tergesa-gesa diantara kalian. Dengarkan suara lantangku, bahwa jalan kalian ini langkahnya telah digoreskan, batas-batasnya telah diletakan. Saya tidak melanggar batas-batas ini, yang telah saya yakini bahwa ia adalah jalan yang paling selamat untuk sampai ketujuan. Tentu saja jalannya begitu panjang, namun memang tidak ada jalan selainnya. Sesungguhnya kepahlawanan itu hanya dapat terlihat melalui kesabaran, ketahanan, kesungguhan, dan kerja yang tak kenal lelah. Barang siapa diantara kalian tergesa-gesa ingin menikmati buah sebelum masak atau memetik bunga sebelum mekar, maka aku tidak bersamanya sejenakpun. Ia lebih baik minggir dari dakwah ini untuk mencari medan yang lain.

Barang siapa bersabar bersamaku hingga tunas bersemi, pohon tumbuh, buah matang dan layak petik, maka pahalanya di sisi Allah. Sekali-kali tidak akan lepas dari kami dan darinya pahala orang-orang yang berbuat kebajikan. Hanya ada dua hal; kemenangan dan kekuasaan atau mati syahid dan kebahagiaan.

Sumber: Robohnya dakwah ditangan da’I oleh Fathi Yakan.



1 Response
  1. Anonim Says:

    solusinya?
    terkadang qt lupa antara sarana dan tujuan, sehingga tak jarang kita terjebak pada kerja-kerja mekanis pragmatis..