Kaderisasi Dakwah Kampus


Antara Idealita dan Realita

Dakawah kampus menyimpan nilai strategis yang tak pernah berubah. Sementara aktor, kondisi yang meliputinya, strategi yang diterapkan dan perspektif analisa yang menjadi dasarnya, berubah dalam hitungan sangat cepat. Mampukah kita bertahan?

Bagi sebuah pergerakan, mahasiswa baru merupakan nafas perjuangan. Setiap pergantian tahun, setiap itu pula terjadi peremajaan energi. Pergiliran generasi yang kita namakan kadersasi, semakin menuntut perbaikan system dan mekanisme. Atas dasar tuntutan itu, menjadi kebutuhan untuk senantiasa mengevaluasi format strategi dan taktis kaderisasi dakwah kampus.

Fase Diniyah

Pertama kali dakwah bergulir menyentuh almamater, kebutuhannya adalah eksistensi nilai. Pada fase ini orientasinya adalah penambahan jumlah anggota inti sembari merapikan barisan. Maka mekanisme rekrutmen dengan pematangan nilai menjadi orientasi utama. Kematangan aqidah dan kemandirian ibadah yang melahirkan generasi berakhlak sempurna adalah pondasi dasar dalam fase ini. Generasi ini hadir dengan nuansa khas, masyarakat kampus mengenalnya sebagai suatu yang eksklusif. Eksklusivitas tersebutlah yang membuatnya memiliki tempat khusus dengan karakteristik sendiri. Dengan itu pulalah ia disegani.

Fase Syiar

Fase selanjutnya adalah perluasan ruang pengaruh. Pada saat ini penataan sudah jauh lebih rapi. Di kampus Yogyakarta State University (red.UNY) sudah difasilitasi oleh wasilah khusus, seperti keenam fakultas UNY telah memiliki UKMF Kerohanian sendiri yang kokoh dan dibawah kontrol FKLDK UNY yang dikomandoi oleh UKKI Jama’ah Al Mujahidin sebagai puncak pimpinan UKM Kerohanian Universitas Negeri Yogyakarta belum lagi Mentoring PAI UNY yang sudah mapan dari segi SDM dan strategi. Mentoring PAI UNY yang dikenal dengan Tutorial PAI UNY sudah memiliki legalitas resmi dari Rektor UNY dibawah Pembantu Rektor Bidang Akamdemik, stuktur oranisasinya sampai ketingkat jurusan bahkan di FT, FISE dan FMIPA pengurusnya sudah sampai tingkat wali kelas dengan jumlah Tutor lebih 300 orang tanpa mengikutkan mahasiswa semester 9, struktur itu terpusat dalam satu kontrol Tim Tutorial tingkat universitas.

Program syiar pun marak ditiap-tiap mushollah fakultas dan tentu juga di Masjid Kampus Al Mujahidin UNY yang menjadi sentral Aktivitas Dakwah Kampusnya UNY. Masjid Al Mujahidin UNY yang memliki Lembaga Pendidikan Islam Mujahidin (LPIM), Unit Usaha Mujahidin (UUM) dan Perpustakaan yang cukup membantu ADK dalam menuntut ilmu agama. Semua itu murni dikelola oleh mahasiswa (red. ADK UNY).

Bekibarlah syiar dakwah. Peningkatan jumlah kader menjadi target kaderisasi selanjutnya. Interaksi dakwah yang bersetuhan dengan ruang yang lebih luas menyebabkan potensi kader menjadi lebih banyak. Dikalangan internal sendiripun, kreativitas dakwah semakin variatif yang mendukung lahirnya karakteristik dakwah masing-masing fakultas.

Fase Sospol

Di Universitas Negeri Yogyakata fase ini adalah fase yang sangat menonjol dimana puncak kekuasaan lembaga kemahasiswaan sudah benar-benar dikelola dengan baik. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tingkat universitas dan fakultas sepenuhnya dikelola oleh ADK, walau difakultas teknik pada thun 2009 ini ketuanya hanya simpatisan saja, tapi lebih dari 80 % strukturnya adalah ADK di fakultas teknik. Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) lebih dari 80% adalah ADK dengan sepenuhnya pengelolaan HIMA dikendalikan oleh ADK UNY.

Apa lagi yang kurang?

Aktifis Dakwah Kampus UNY sudah masuk kemarhalah Daulah versi kampus.

Fase Fanniyah

Dan fase terakhir adalah tuntutan dan kebutuhan untuk melihat lebih jauh. Dakwah kampus tidak lagi diarahkan sebatas kebutuhan-kebutuhan internal kampus, melainkan fase setelah kampus. Korelasi kekampusnya adalah penguasaan profesionalisme background studi di kampus. Sederhananya adalah, dakwah kita hari ini butuh lebih banyak dokter, sarjana sains maupun sosial, dosen dan guru dalam kehidupan masyarakat. So, sejak dari kampus penguasaan tersebut menjadi tuntutan kaderisasi.

Inilah fase-fase yang harus dilalui oleh Aktifis Dakwah Kampus. Penyempurnaan dan pematangan strategi mencapai target yang ada, senantiasa menjadi hal penting yang terus dievaluasi. Perpindahan fase-fase tersebut bukan berarti melangkah pada anak-anak tangga, setiap kita beralih kefase selanjutnya maka fase sebelumnya ditinggalkan. Justru seharusnya terus dimatangkan, karena fase awal menjadi pondasi fase selanjutnya. Ketika peralihan dilakukan dengan kondisi fase sebelumnya tidak siap, maka boomerang yang terjadi adalah ketidak siapan dan sangat mungkin kegagalan. Disinilah urgensi kaderisasi, dia akan sangat menentukan strategi dakwah yang akan digulirkan.

Kader siap strategi tidak ada melahirkan kejenuhan, strategi ada kader tidak siap melahirkan kekecewaan. Keduanya berujung pada satu hal yang sama, kefuturan!

2 Responses
  1. Rud Al Khoir Says:

    assalamualaikum akhi..
    sistem kaderisasi menjadi sebuah kepastian dalam organisasi apapun, baik organisasi sosial, kemasyarakatan, maupun dakwah. setiap masa akan mengalami fase-fase tertentu...dan dalam setiap fasenya seorang kader harus meningkatan kapasitas dan kapabilitasnya. dan sudah menjadi kuniscayaan pula bahwa setiap organisasi dakwah akan di akui keeksistensiannya/keberadaanya jika melahirkan kader-kader baru yang potensial.


  2. Anonim Says:

    assalamualaikum akhi.
    silahkan baca artikel 'pesan untuk murobi' di sastroedi.wordpress.com
    semog menjadi koreksi dan masukan bagi temen-temen ADK. jzklh.