Tentang Cinta




Diakui atau tidak, cinta memang memiliki daya tarik yang luar biasa. Seorang yang menyimpan cinta menggebu dalam hatinya pasti akan tenggelam dalam samudra cinta yang menghanyutkan itu. Pencinta merasakan dunianya sendiri, sambil berjalan menuju apa yang ia cintai. Cintapun mengajarkan kerinduan, para pencinta lebih menyukai kesendirian untk mengekspresikan suasana hatinya yang dipadati rasa rindu yang menggelora. Cinta juga menuntut kesetiaan, sehingga para pencinta merelakan kesengsaraan dan penderitaan sebagai bukti pengorbanan. Bahkan tidak jarang, penderitaan, kesulitan, dan kesengsaraan justru menjadi cambuk cinta, membuat cinta menjadi bertambah manis,indah dan penuh kenikmatan.

Setiap insan berbeda-beda mengekresikan cintanya, terkadang dengan cara “pembiaran”. Seperti ketika Rasululah saw tertawa-tawa menyaksikan Aisyah dan Saudah saling bertengkar dan saling menimpuk wajah mereka dengan kue. Kita semua belajar tentang sebuah fakta bahwa ternyata cinta memang punya mekanisme sendiri dalam menyelesaikan masalah-masalahnya.
Pembiaran. Yah, pembiaran. Mereka dengan sengaja membiarkan sebagian masalah itu terjadi. Dan tidak memikirkannya, apalagi menyelesaikannya. Karena tidak semua masalah memang harus dipikirkan. Karena memang tidak semua maslah harus diselesaikan. Karena memang ada banyak masalah yang selesai karena tidak dipikirkan dan tidak diselesaikan. Sama seperti ketika kita membiarkan seorang bocah kecil menangis dan tidak menghiraukannya, ia akan berhenti dengan sendirinya. Sebab memang ada ”ruang pelepasan jiwa” yang mengharuskan kita “tega” menyaksikannya untuk lepas bebas sembari menunggunya dengan cukup yakin ia akan tenang dengan sendirinya. Bahkan misalnya ketika Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa menangis itu bagus untuk kesehatan jantung anak-anak, sebenarnya juga menangis bagus untuk perempuan, khususnya untuk kehalusan kulit mereka.

Demikian halnya ketika Allah mencintai hambanya maka Ia akan menguji hambanya. Semakin besar cinta Allah pada hamba-Nya, maka semakin tinggi pula ujian padanya. Besar-kecilnya cobaan yang Allah berikan, tergantung tingkat kecintaan dan keimanan hamba-Nya. Karena “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya…”.(QS.Albaarah : 286)

Dalam kamus cinta pula, Rasulullah saw mengajarkan kepada kaum Muslimin tentang keutamaan mencintai Allah dan dirinya “ Katakanlah jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian” (QS.Ali-Imron:31)
2 Responses
  1. Anonim Says:

    Wek ke kek dah mulai nyerempet-nyerempet masalah "krusial" nih. Hm...sudah akhi segera saja. Ane dukung.
    Mencintai sang Pemilik cinta memang butuh pengorbana yang cukup besar


  2. Anonim Says:

    Cinta juga bisa terlihat dari 'pelarangan'. Seorang ayah tidak mungkin membiarkan anaknya bermain di tepi jalan raya. bukan karna tak cinta, tapi jusru karena cintanya. Ayah tak akan merelakan anaknya bermain bebas, namun hidupnya dalam bayang-bayang musibah di jalan raya. barangkali sang anak protes, menangis, dongkol, sambil berujar "Huh.... Ayah paranoid!". Percayalah... larangan sang ayah adalah karena kecintaannya pada kita.