Syahadatku

Iblis pun demikian, ia mengetahui adanya Allah, akan tetapi ia tidak beriman. Orang-orang musyrik di zaman kenabian juga mempercayai Allah, akan tetapi mereka bukanlah orang yang beriman.

Amir duduk melamun menatap keindahan alam di perempatan jalan menuju pegunungan yang indah dengaan sorot mata yang kosong. Ia sering melakukan seperti itu beberapa hari terakhir, padahal ia dikenal teman-teman dikampusnya pemuda yang periang, rajin belajar, teguh pendirian sehingga wajar kalau IPKnya berbeda dengan teman-temannya satu organisasi, ya… maklum kalau aktivis bisanya IPKnya walaupun baik tapi hanya cukup memenuhi standar aktivis. Tapi beliau kali ini merasakan kekecewaan yang sangat mendalam Indek Prestasinya diluar dari prediksinya, karena ia yakin nilai kuliahnya akan baik karena ia telah mengerjakan semua tugas-tugas kuliah dan ketika ujian pun beliau dapat menyelesaikan denagn optimis. Tapi, nilainya turun secara drastis. Namun ia akhirnya menyadari akar permasalahanya, memang ia ketika semester pertama mendapatkan IPK Coumlaute sedangkan disemester kedua beliau sering bolos masuk kuliah karena merasa pelajaran yang ia terima di kampus sudah ia dapatkan di sekolah dahulu dan pelajaran di kampus tidak begitu penting dan membosankan baginya, maklumlah ia baru mengenal kampus dan organisasi yang telah mengubah paradigma cara pandang ia berfikir.

Ya…mungkin kehadiran kita kuliah menjadi syarat nilai kuliah kita menjadi baik. Cobalah kita renungkan, kalau selama ini kita telah banyak melakukan rutinitas ibadah bahkan telah menjadi kepribadian dan akhlaq tetapi ada sesuatu menyebabkan amal kita tersebut tertolak hanya karena kita salah memahami makna yang terkandung didalam syahadat yang selama ini kita pahami.

Ikhwah,

Syahadat tidak berhenti pada pernyataan seorang Muslim dengan mengucapkannya, lalu pasti diterima selamanya. Syahadatpun tidak hanya pengakuan dan pernyataan dari seorang hamba, lalu bereslah semua dan Allah pasti ridha menerimanya.

Ikhwah,

Iblis pun demikian, ia mengetahui adanya Allah, akan tetapi ia tidak beriman. Orang-orang musyrik di zaman kenabian juga mempercayai Allah, akan tetapi mereka bukanlah orang yang beriman.

Katakanlah, “Siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapa yang mengatur segala urusan ?” Maka merekan akan menjawab, Allah. Katakanlah, “Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)? ( QS. Yunus: 31)

Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka akan menjawab “ Allah.” Katakanlah, Segala puji bagi Allah.” Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. (QS. Lukman: 25)

Ternyata orang-orang musyrik itu pun menyakini keberadaan Allah Swt. Iman bukanlah sekedar ucapan atau ikrar dilisan, tetapi ada persyaratan agar ikrar syahadat menjadi diterima disisi Allah Swt.

Ketika ada orang bertanya kepada wahhab bin Munabbin, “Bukankah laa ilaaha illallaah adalah kunci syurga?” Ia menjawab benar, namun tidak ada satu kuncipun kecuali mempunyai gigi-gigi. Jika engkau menggunakan yang bergigi, pintu akan terbuka. Jika tidak pintu tidak akan terbuka.“ Gigi-gigi kunci itulah yang menjadi syarat diterimanya syahadat dalam pembahasan kali ini.

Asy syaikh Muhammad Said Al Qahthani menyebutkan tujuh syarat diterimanya persyaksian syahadat.

MENGETAHUI (AL ‘ILM)

(Pengetahuan yang dapat menghilangkan kebodohan)

Syarat pertama diterimanya ikrar syahadat adalah Mengetahui makna yang dimaksud dan terkandung didalam kalimat syahadat tersebut. Kalimat tersebut menyangkut beberapa hal, misalnya makna kata “Asyhhadu”, pengertian “illah”, juga pemahaman tentang Nafy wa Itsbat (penolakan dan pengukuhan) yang tertuang di huruf laa dan illa.

Ikhwah,

Sebelum melakukan sesuatu kita harus mengetahui terlebih dahulu artinya berilmu dahulu sebelumberamal.

Allah Swt berfirman,

Dan janganlah engkau turutkan apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semua akan dimintai pertanggung jawaban ( QS. Al Isra: 36)

Secara umum, dan dalam hal apa saja pengetahuan memang harus lebih didahulukan atas amalan. Mengapa ?

  1. Ilmu adalah pembangkit iman dan ketundukan ( QS. Al Hajj:54)
  2. Ilmu menghindarkan kerancuan

Karena tidak berilmu, banyak orang merasa telah banyak berbuat amal kebajikan, namun sebenarnya perbuatannya termasuk kesesatan. ( QS. Al Kahfi: 103-104)

Pekerja tanpa Ilmu lebih banyak merusak daripada memperbaiki ( Kholifah Umar bin Abdul Aziz)

  1. Ilmu adalah pemimpin amal.

Imam Hasan Al Bashri berkata: “Pelaku amal yang melakukannya tanpa ilmu, ibarat orang berjalan tidak pada jalannya. Pekerja tanpa ilmu lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Oleh karenanya, carilah ilmu sebanyak-banyaknya, namun jagan sampai berbahaya bagi ibadah dan carilah ibadah sebanyak-banyaknya namun jangan sampai berbahaya bagi ilmu. Ada segolongan kaum yang begitu gigih beribadah, namun meninggalkan ilmu hingga keluar dari rumahnya membawa pedang untuk memerangi umat Muhammad Saw. Seandainya saja mereka mencari ilmu, niscaya ilmu itu tidak mengarahkan pada apa yang mereka perbuat.

Mengetahui makna yang dimaksud dan terkandung di dalam kalimat syahadat, baik penafian maupun itsbat (penetapan), yang dapat menghilangkan kebodohan tentangnya, merupakan syarat pertama diterimanya ikrar syahadat. Allah meletakkan pengetahuan mendahului amal perbuatan, hal ini menunjukkan betapa pentingnya nilai ilmu bagi landasan segala sesuatu.

Allah telah berfirman:

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan” (Muhammad: 19).

Dalam ayat di atas, Allah telah mendahulukan perintah untuk mengilmui atau mengetahui sesuatu (fa’lam), sebelum memerintahkan untuk beramal (wastaghfir lidzanbik). Setiap orang yang bersyahadat harus mengetahui dengan benar tentang apa yang diucapkannya. Ketidaktahuan atau kebodohan dalam memahami kandungan kalimat syahadat menyebabkan ucapan seseorang tak ubahnya seperti mesin, atau juga burung beo yang pandai mengucapkan kata-kata tanpa pengetahuan akan maknanya.

KEYAKINAN (AL YAQIN)

(Keyakinan yang dapat menghilangkan keraguan)

Setiap orang yang beikrar harus meyakini kandungan kalimat syahadat dengan keyakinan yang kuat. Dengann keyakinan orang akan terhindar dari keragu-raguan dan ia akan mampu melangkah dengan kepastian. Keyakinan dapat dihasilakn melalui pendekatan logika. Yaitu:

1. Ketiadaan tidak bisa menciptakan

2. Berpikir tentang ciptaan dapat mengantarkan kita kepada sifat penciptanya

3. Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan dapat memberi sesuatu.

Pendekatan logika ini hanyalah alat Bantu untuk mendekatkan dan mengukuhkan keimanan kita kepada Allah Swt. Selebihnya, ayat-ayat Al Qur’an tentu sangat banyak menceritakan hakikat ini.

PENERIMAAN (AL QABUL)

( Penerimaan yang dapat menghilangkan penolakan)

Setiap orang yang mengikrarkan syahadat harus menerima konsekuensi kaliamat tersebut dengan hati dan lisannya. Orang yang berikrar syahadat dengan lisannya, akan tetapi hatinya menolak kebenaran tersebut sebagai munafiq I’tiqadiy seperti Abdullah bin Ubai bin Salul.

Ikrar syahadat baru diterima oleh Allah apabila disertai penerimaan yang total atas konsekuensi yang menyertainya. Penolakan akan makna dan kandungan syahadat akan berdampak merusak persaksian yang telah diikrarkan.

Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, Laa ilaaha illallaah, mereka menyombongkan diri. Mereka mengatakan, “apakah kami harus meninggalkan tuhan-tuhan sesembahan kami hanya untuk mengikuti seorang penya’ir gila? (QS. Ash Shafat: 35-36)

KETUNDUKAN ( AL INQIDIYAD)

( Ketundukan yang dapat menghilangkan pembangkangan)

Ikrar Syahadat harus diikuti dengan sikap tunduk terhadap kandungan maknanya dan tidak mengabaikan maksud kalimat syahadat tersebut.

Siapakah yang lebih baik agamanya dibanding orang yang menyerahkan wajahnya kepada Allah dan dia adalah orang yang mengerjakan kebajikan…(QS. An Nisa’”125)

KEJUJURAN ( ASH SHIDQ)

( Kejujuran yang dapat menghilangkan kedustaan)

Setiap orang yang berikrar syahadat harus melakukannya secara jujur, tidak berpura-pura atau berdusta.

Dan diantara manusia ada yang mengatakan, “kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal mereka itu sebenarnya bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal pada hakikatnya mereka hanya menipu diri sendiri sedangkan mereka tidak sadar. ( QS. Al Baqarah: 8-10)

IKHLAS (AL IKHLASH)

( Keikhlasan yang dapat menghilangkan kemusyrikan)

Amal yang ikhlas adalah manakala amal yang dikerjakan hanya dalam rangka mendapat ridha Allah Swt., tidak untuk mendapat ridha dari siapapun diantara makhluk-Nya. Ia dapat menentramkan hati, sekaligus menjadikan amal ibadah kita diterima Allah Swt. Selain itu, keikhlasan dapat menciptakan semangat untuk berjuang dan siap menaggung semua risiko dari perjuangan yang dilakukan.

CINTA (AL HUBB)

(Kecintaan yang dapat menghilangkan kemarahan dan kebencian)

Setiap orang yang bersyahadat harus mencintai kalimatnaya, mencintai segala yang menjadi konsekuensinya sekaligus mencintai orang-orang yang konsekuen dengannya. Orang yang telah mengikrarka syahadat, ia harus mencintai Allah diatas segala-galanya dan mencintai segala sesuatu dalam rangka mencintai Allah Swt.

Syekh Al Hafizh Al Hakami mengatakan, “Indikasi kecintaan seorang hamba kepada Tuhan adalah mendahulukan cinta kepada-Nya sekalipun hawa nafsunya menentang, membenci apa yang dibenci Tuhannya, sekalipun hawa nafsu cendrung kepada hal tersebut, memberikan loyalitas kepada orang yang berwala’ kepada Allah dan rasul-Nya, memusuhi siapapun yang memusuhi Tuhannya, mengikuti Rasulullah saw, meniti jalan kenabian dan menerima petunjuk darinya.”

Ibnu Taimiyah berkata, “Mencintai apa yang dicintai kekasih adalah bagian dari cinta kepada kekasih. Kesiapan menanggung risiko yang berat adalah bagian dari cinta pada kekasih.”

Jika ada orang yang bersyahadat tetapi membenci Allah dan rasul-Nya, maka bukanlah orang yang beriman. Lebih dari itu, syahadat itu tidak akan sampai menggerakkan hati untuk tunduk dan pasrah serta setiap menanggung risiko perjuangan.

0 Responses