Peran Halaqoh di Era Jamahiri

Adalah asholah dakwah ketika dakwah memasuki era jahriyah (terbuka).


Posisi dan peran tarbiyah atau kaderisasi di era jahriyah ini secara prinsip tidak ada perubahan.
Karena manhaj dakwah telah menempatkan tarbiyah sebagai jalan utama dalam membangun umat. Tugas tarbiyah merupakan tugas yang sifatnya aksiomatis. Tapi, perubahan marhalah, situasi dan kondisi dakwah yang kita lalui menuntut adanya pengembangan dalam proses tarbiyah. Yang jelas, kaderisasi pada saat ini membutuhkan perkembangan dari sisi asalid (pendekatan-pendekatan) dan wasail (sarana), sedangkan manhaj (konseptual) secara asasi tidak berubah.

Beberapa tahun yang lalu dakwah kampus hanya berkonsentrasi pada pembinaan kader saja, tapi saat ini lebih beragam. Ada yang khusus mengelola lembaga-lembaga strategis, sebagian lagi aktif pada lembaga ektra, bahkan sebagian yang lain menekuni bidang keilmuan dan kelinian (profesi). Dengan distribusi peran yang lebih luas itu, parameter pengukuran banyaknya kader inti kampus (kader strategis), bukan parameter tentang banyaknya yang melakukan pembinaan tarbiyah. Perluasan dan perbesaran rekrutmen akhirnya mulai berkonsentrasi untuk menyiapkan kader-kader pendukung sehingga sangat mungkin bobot dan porsi pencetakan kader inti (kader strategis) mulai kecil dibanding porsi untuk kader pendukung atau bahkan menculnya kader-kader srtategis yang bermasalah (tidak memenuhi standar muawashofat). Hal inilah yang dapat mengakibatkan menurunya militansi kader.

Penyebab Melemahnya Militansi

Ada banyak faktor, yang pertama; ketidak siapan manajemen dakwah kampus dalam mengelola aktivitas dan peran semakin beragam. Sementara disisi lain SDM yang capable untuk mengelola manejemen dakwah kampus sangat terbatas baik kualitas maupun kuantitas.

Yang kedua; karena tidak berimbangnya kader yang merenspon kebutuhan dakwah kedepan, sehingga banyak kader yang sangat aktif di kampus akan tetapi pada fase-fase akhir kuliah (masa studi habis) mereka tidak siap menerima realita yang ada, bahwa mereka harus masuk dalam dakwah profesi, politik maupun sosial masyarakat.

Ketiga; lingkungan dakwah yang semakin terbuka sehingga orientasi pembinaan kader menurun karena banyaknya permasalah-permasalan pada kader pendukung. Al hasil lahirlah generasi yang mobilasinya tinggi akan tetapi akarnya kropos.

Yang keempat; permasalahan internal kader. Banyaknya kader yang kritis dan kreatif mengharuskan para qiyadah dakwah cepat respon dan mampu mengarahkannya agar ia berkembang seiring dengan kebutuhan dakwah. Permaslahan internal ini bermula karena ketidak mampuan para qiyadah memahami potensi dan kemampuan kadernya, sehingga ketidak merataan pembagian peran dakwah pada kader dapat menyebabkan melemahnya harmonisasi dan soliditas kader.

Peran Halaqoh

Buku materi tarbiyah sudah banyak diterbitkan. Dulu orang tidak akan mendapatkannya kecuali dengan halaqoh, tapi sekarang orang bisa mendapatkanya dengan bebas. Namun perlu diingat salah satu kaidah tarbiyah adalah kita bukan belajar dari buku akan tetapi dari seorang ustadz. Buku hanya sebagai suplemen pelengkap yang mengisi wawasan kita saja. Justru halaqoh tarbawiyah itulah yang sebenarnya integral dalam arti sisi ruhiyah,fikriyah dan jasadiyah. Artinya kita tidak boleh menomerduakan halaqoh, karena halaqoh pilar utama.

Inti dari pengelolaan halaqoh adalah adalah penguasaan hati dan jiwa sehingga ketika sebuah halaqoh mampu memelihara hubungan hati dan komunikasi jiwa antara murobbi dengan mutarobbinya, maka apapun kekurangan yang terjadi tidak akan merusak soliditas halaqoh. Akan tetapi, bila halaqoh kaya dari sisi pemikiran, sarana, program akan tetapi miskin dari halaqoh qolbiyah maka lambat laun akan terjadi demoralisasi, krisis tsiqoh dan lainnya. Ini yang perlu dipahami sehinga diperlukan murobbi yang peka untuk menjadi dinamika jiwa dan hati masing-masing dalam halaqoh.

Pengelolaan halaqoh bukan sekedar menjadikan orang-orang benar dan pintar tapi lebih jauh dari itu untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi umat. Kalau sebuah halaqoh mampu memberi materi yang banyak tapi materi itu tidak mampu menjadikan peserta halaqohnya orang yang bermanfaat, itu adalah indikasi kegagalan.

Halaqoh itu, juga harus mampu memberdaya gunakan potensi yang ada pada anggotanya. Jangan hanya diukur pada satu parameter, mereka menjadi da’i semuanya. Hakikatnya kita ini, adalah da’i dalam segala bidang karena kebutuhan umat dalam membangun masyarakat sangat beragam.

Selalu hanya ada satu kata yang tepat dalam melihat keberlanjutan perjuangan dakwah, Kaderisasi. Inilah strategi abadi yang selalu harus disempurnakan, sebab inilah gerbang masuk dan bergabungnya para pelanjut dakwah. Ini pula yang menjadi alasan untuk memahami esensi kaderisasi pada setiap tahapannya.

Puncak dari sebuah pengkaderan berada pada keseimbangan kualitas dan kuantitas kader. Benar, penting menargetkan jumlah kader, namun lebih penting lagi adalah memperhatikan kualitas kader. Karena pada setiap tahapan pengkaderan, mutlak memperhatikan kualitas hasil akhirnya. Jangan resah hanya karena jumlah yang minim, namun resahlah karena kemampuan kader yang terbatas. Meskipun jumlahnya banyak.

Wallahu a’lam.

1 Response
  1. Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh, salam kenal, ana blogger dari muara enim, kunjungi saya di situs : http://www.wahyuwardian.blogspot.com/

    dan jangan lupa tinggalkan komentarnya yah ........