Akhlaq Kemenangan Dakwah


Demi Allah sungguh aku takut untuk meninggalkan apa-apa yang Rasulullah Saw pernah jalankan, kemudian sepeninggalnya tidak aku laksanakan, sungguh aku takut kalau aku mati dalam keadaan sesat. (Abu Bakar ra)


Khoirul quruun, sebuah predikat untuk generasi sahabat adalah sisi akhlaq Islami yang menghiasi setiap perjuangan dan jihad mereka, sehingga layak bagi kita meneladani mereka sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar Ashaabi kannujum biayyihimu iqtadaitum ihtadaitum (para sahabatku adalah laksana bintang, dari sisi manapun kalian mengambil teladan, kalian berada dalam petunjuk).

Ikhlashul Wijnah wal ‘amal lillah

(berorientasi pada keikhlasan dalam ber amal)

Sebuah dialog disuatu hari di masjid Nabawi antara Umar ra dengan para sahabat dalam upaya membangun pribadi-pribadi mukhlis. Umar bertanya kepada salah seorang sahabat : apa yang anda harapkan dari Allah? Jawab sahabat : aku berharap dari Allah untuk memberiku emas sebesar uhud, kemudian aku belanjakan semua dijalan Allah. Umar bertanya lagi pada sahabat yang lain : apa yang anda harapkan dari Allah? Jawab sahabat : Aku berharap dari Allah karuniakan kepadaku kuda-kuda perang yang memenuhi kota Madinah, aku gunakan semua untuk berjihad dijalan Allah. Lalu Umar ra bertanya lagi kepada sahabat yang lain dengan pertanyaan yang sama. Jawab sahabat : aku berharap dari Allah untuk memberiku budak-budak yang memenuhi kota madinah untuk aku merdekakan semua di jalan Allah.

Kala beberapa jawaban dari para sahabat yang berorientasi keikhlasan dan kejujuran iman telah terucap, lalu para sahabat balik bertanya pada Umar ra ; ya amirul mu’minin, kami semua telah menyampaikan keinginan-keinginan kami, dan apa yang engkau inginkan dari Allah? Maka jawab Umar ra : adapun aku, sungguh aku menginginkan dari Allah agar kiranya dipenuhi masjid ini sosok-sosok pribadi mu’min seperti Abu Bakar ra yang menginfaqkan seluh hartanya untuk berjihad di jalan Allah.


Ittiba’ussunnah

(mengikuti sunnah Nabi)

Peristiwa perang uhud merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi para sahabat dalam menuangkan loyalitasnya kepada pemimpin yang agung Muhammad Saw yang Allah nyatakan ”Wainnaka la’alaa khuluqin ‘dziim”. Maka kemenangan moralitas yang besar telah diraih dalam jihad tersebut, tertanam dalam setiap lubuk sanubari pribadi mu’min sam’an watho’atan kepada Rasulullah Saw.

Demi Allah sungguh aku takut untuk meninggalkan apa-apa yang Rasulullah Saw pernah jalankan, kemudian sepeninggalnya tidak aku laksanakan, sungguh aku takut kalau aku mati dalam keadaan sesat. (Abu Bakar ra)

Imam Malik dan Imam Ibnu Taimiyah rahimahumullah berkata: sungguh sunnah Rasulullah Saw bagi kita saat ini adalah bagai perahu Nabi Nuh as saat banjir melanda dunia, barang siapa yang mau naik perahu Nuh maka ia akan selamat, dan barang siapa enggan menaikinya maka ia tenggelam ditelan arus.


Tathir wa tazkiyatunnafs

(selalu membersihkan dan mensucikan jiwa)

Suatu hari Rasulullah Saw di tengah para sahabat mengevaluasi akan pentingnya tazkiyah, maka Beliau Saw bertanya: siapa diantara kalian yang pagi ini berpuasa? Tak ada jawaban dari para sahabat kecuali Abu Bakar ra, saya ya Rasulullah…, Siapa diantara kalian yang hari ini telah berinfaq kepada fakir miskin? tak ada jawaban kecuali Abu Bakar ra, saya ya Rasulullah…, Siapa diantara kalian yang hari ini telah menjenguk saudaranya yang sakit? Tak ada jawaban kecuali Abu Bakar ra, saya ya Rasulullah..., Siapa diantara kalian yang hari ini telah mengantarkan jenazah saudaranya ke makamnya? Tidak ada suara dari para sahabat, kembali Abu Bakar ra, saya ya rasulullah….

‘Ammar ra berkata : cukuplah bagiku kematian sebagai nasihatku, keyakinan sebagai kekayaanku dan ibadah sebagai kesibukanku.


Azzuhdu fiddunya

(zuhud terhadap dunia)

Umar ra bermunajat dalam lirih do’anya : Ya Allah jadikanlah dunia ini digenggaman kami, dan jangan jadikan dunia menguasai kami.

Zuhud telah jauh difahami dan dilaksanakan oleh generasi sahabat yaitu khoiru ummah. Abdurrahman bin Auf setiap mengingat shahidnya Mus’ab ra ia menangis dan bergumam: dia (Mus’ab ra) adalah sosok mu’min yang lebih baik dari aku. Ia tidak mendapatkan kafan yang mencukupi tubuhnya, bila ditutup kepalanya kakinya terlihat dan bila kakinya yang ditutup kepalanya terlihat, sedang aku diberi karunia kemewahan dunia. Sungguh aku takut kalau kenikmatan akhiratku telah disegerakan oleh Allah di dunia ini. Maka hari-hari berikutnya ia merasa kesedihan yang panjang, malam-malamnya ia menangis mengadukan dirinya kepada Allah :

Ya Allah sesungguhnya dengan kekayaan ini engkau sedang mengujiku, sebagaimana Engkau telah menguji orang-orang yahudi…

Ya Allah, aku takut kalau harta titipan-Mu ini menyebabkan diri ini semakin jauh dari syurga-Mu.

Karena itu, Ya Allah… selamatkan diri ini dari setiap belenggu dan ikatan harta dunia…

Limpahkanlah pada diriku ini curahan taufiq dan keridhoan-Mu...

Jauhkanlah aku dari setiap keinginan dan kegemaran terhadap harta benda dunia,

Sungguh aku takut Ya Allah kalau nantinya diriku ini qorunnya zaman ini, celakalah diriku bila Engkau tidak selamatkan kami...


Al hirshu alal ijtima’ wal wihdah

(respon terhadap kekompakan dan kesatuan)

Dan bagaimanakah kalian menjadi kufur(bercerai-berai setelah bersatu dalam iman). Sedang ayat-ayat Allah masih terus dibacakan pada kalian dan Rasul masih berada ditengah-tengah kalian? Dan barang siapa berpegang pada Allah, maka ia ditunjuki ke jalan yang lurus. (QS. Ali – Imron 101)

Cukuplah kisah dua etnis dari kaum anshor yakni Aus dan Khozroj setelah disatukan dalam persaudaraan Iman dan Islam terprofokasi oleh seorang tokoh yahudi Syasy bin Qois sehingga termakan hasutan manis dari orang yahudi ini dan hampir terjadi pertumpahan darah sekiranya Rasulullah tidak segera mengatasinya.

Apakah hingga saat ini kita masih terjadi perpecahan antara kaum Muslimin?

0 Responses